Oleh: H Ahmad Rifaudin, M.Pd*
Dalam ajaran berbagai agama telah diterangkan secara nyata bahwa peran begitu penting dalam menjaga dan merawat alam sebagai bentuk ibadah kepada Tuhan. Begutupun Islam mengajarkan bahwa manusia adalah khalifah (pemimpin) di bumi yang bertanggung jawab untuk menjaga lingkungan, bukan untuk menguasai atau mengeksploitasi. Ajaran Islam menekankan pentingnya keseimbangan ekosistem dan larangan merusak alam.
Oleh karenanya, Kementerian Agama RI mengajak masyarakat untuk menanam 1 juta pohon di Indonesia. Gerakan ini juga menjadi salah satu bentuk implementasi dari ekoteologi dan pelestarian alam.
Seperti diketahui, penguatan ekoteologi sendiri merupakan salah satu program yang sedang digalakan oleh Menteri Agama Republik Indonesia, Nasarudin Umar. Penguatan ekoteologi ini merupakan salah satu representasi dari manusia sebagai khalifah di bumi untuk menjaga kelestarian alam.
Seperti diketahui, saat ini, kelestarian alam menjadi kunci guna menatap masa depan yang lebih baik. Selain itu, dalam praktiknya, penguatan ekoteologi ini dikemas dalam kerangka merawat harmoni antarumat beragama.
Ekoteologi dan Pelestarian Alam
Istilah Ekologi diambil dari bahasa Yunani yakni oikos dan logos. Oikos berarti habitat dan logos artinya ilmu. Dalam pengertian yang lebih universal, oikos bukan hanya tempat tinggal, tapi juga diartikan sebagai kosmos atau alam semesta.
Sementara itu, teologi merupakan sebagai sebuah disiplin ilmu yang berkaitan dengan hal transendental atau ketuhanan. Ekoteologi lantas didefinisikan sebagai relasi antara agama dengan alam atau agama dengan lingkungan.
Ekoteologi secara universal dimulai dari premis mengenai relasi antara paradigma transendental atau paradigma manusia dengan kerusakan manusia. Secara umum, Agama seharusnya mampu menyatukan umatnya untuk peduli terhadap lingkungan. Alam telah memberi berbagai manfaat, mulai dari tatanan primer hingga sekunder. Alam jugalah merupakan manifestasi Tuhan. Umat manusia yang beragama seharusnya mempunyai spirit untuk menjaga alam semesta.
Boleh dikatakan, agama memainkan kebijakan penting dalam mendobrak krisis lingkungan. Agama dapat memengaruhi kebijakan terkait lingkungan secara efektif melalui etika lingkungan agama. Tradisi agama yang merangkul isu ekologi dapat membantu mengubah persepsi masyarakat terhadap masalah lingkungan.
Di samping itu, sikap-sikap ekologis dalam hubungan antar agama yang mencakup toleransi, kebebasan, keterbukaan, dan kejujuran bisa mendorong keadilan ekososial. Akhirnya, semua manusia menyadari krisis ekologi atau kerusakan lingkungan ini bukan dari agama, melainkan kapitalisme beserta sistem ekonomi yang melihat bahwa alam ini dapat manusia eksploitasi.
Selain istilah ekoteologi, sebelumnya kita juga mengenal istilah Hablum Minal Alam. Hablum minal alam adalah konsep yang menyoroti hubungan manusia dengan alam semesta, termasuk lingkungan sekitar.
Konsep ini menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan manusia dengan kelestarian alam. Ini berarti memanfaatkan sumber daya alam secara bertanggung jawab tanpa mengorbankan keberlanjutan lingkungan untuk generasi mendatang. Baik ekoteologi maupun Hablum Minal Alam merupakan bentuk ajaran Islam untuk menjaga kelestarian alam. Hal ini kemudian diimplementasikan dalam program penanaman 1 juta pohon yang dilakukan oleh Kementerian Agama.
Seperti diketahui, pada tahun 2024, emisi karbon global mencapai rekor tertinggi, dengan proyeksi 37,4 miliar ton CO2 dari bahan bakar fosil, meningkat 0,8% dari tahun 2023. Ini menyebabkan peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer, mencapai 422,03 ppm. Peningkatan ini didorong oleh berbagai faktor, termasuk penggunaan bahan bakar fosil, deforestasi, dan alih fungsi lahan.
Program penanaman 1 juta pohon yang dicanangkan Menteri Agama, Nasarudin Umar ini tentunya merupakan bentuk nyata kepedulian dalam pelestarian lingkungan. Secara tidak langsung, penanaman 1 juta pohon ini merupakan implementasi ekoteologi untuk melestarikan alam.
Program ini sudah banyak dilakukan dan tidak hanya dilaksanakan oleh bagian Bimas Islam tapi seluruh Bimas Keagamaan di lingkungan Kementerian Agama hingga forum-forum binaan Kemenag.
*Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Tangerang Selatan